Benteng Nusantara: Postur Peperangan Litoral TNI Angkatan Laut
DOI:
https://doi.org/10.52307/wzs36n30Kata Kunci:
Peperangan Littoral, Postur Pertahanan TNI AL 2025-2045, Poros Maritim Dunia, Benteng Nusantara, Penangkalan Laut (Sea Denial)Abstrak
Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia menghadapi tantangan pertahanan maritim yang unik dan berskala masif. Dengan pergeseran fokus strategis global dari pertempuran laut lepas (blue-water) ke peperangan litoral yang kompleks, postur dan kapabilitas Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI AL) menjadi krusial bagi keamanan nasional dan stabilitas regional. Artikel ini menganalisis evolusi kapabilitas peperangan litoral TNI AL dalam kerangka proyeksi postur pertahanan jangka panjang 2025-2045. Dengan menggunakan kerangka kerja ideal-tipe angkatan laut "Tipe A" (Angkatan Laut Pesisir Kecil) dan "Tipe B" (Angkatan Laut Negara Adidaya) yang dikembangkan oleh Bergström dan Parrat, artikel ini mengajukan tesis sentral bahwa TNI
AL sedang membangun sebuah postur hibrida yang unik, yang dapat didefinisikan sebagai "Benteng Nusantara" atau "Tipe A+". Model ini secara fundamental berakar pada prinsip-prinsip pertahanan dan penangkalan laut (sea denial) dari angkatan laut Tipe A,
namun diperkuat secara strategis dengan kapabilitas proyeksi kekuatan yang terbatas dan terkalibrasi untuk fokus pada domain kepulauan. Postur "Tipe A+" ini merupakan respons yang pragmatis dan canggih terhadap geografi, warisan doktrinal, dan realitas
fiskal Indonesia yang persisten. Analisis ini mendekonstruksi komponen-komponen utama dari postur ini, mulai dari sistem pertahanan pantai, peperangan bawah air, hingga kapabilitas amfibi dan integrasi Komando, Kendali, Komunikasi, Komputer, Intelijen, Pengawasan dan Pengintaian (K4IPP), untuk menunjukkan bagaimana TNI AL tidak berevolusi secara linier menuju status angkatan laut perairan biru, melainkan menuju sebuah bentuk akhir yang terspesialisasi dan dioptimalkan untuk peperangan kepulauan. Kesimpulannya, model "Benteng Nusantara" menawarkan sebuah arketipe baru untuk memahami strategi angkatan laut negara-negara kepulauan besar di abad ke-21, yang bertindak sebagai kekuatan stabilisasi regional dengan meningkatkan biaya intervensi bagi kekuatan eksternal mana pun tanpa menjadi ancaman ofensif bagi negara-negara tetangganya.